Kalau budaya punya akan mata
Mungkinkah
selalu dibanjiri
Oleh
perih darah dan airmata
Saat
melihat, kita kepadanya
Sampai
berlinang mengalir
Bagai
sungai tak berujung
Darah
airmata seperti malam
Yang
tak memiliki bintang
Gelap
tak terlihat
Kalau ada telinga budaya
Mungkin
selalu bernanah
Nanah-nanah
berdarah busuk
Busuk
bagai sedih tak berarti
Apa
mungkin selalu mengangah
Mengangahnya
amarah
Karena
menggebunya kebusukan
Yang
terdengar melengking
Di
telinga budayaku
Seperti
kilat membelah langit
Yang
membuat awan ketakutan
Sampai
berteriak menjerit
Membengunkan
matinya orang
Mungkin ada kulit budaya
Yang
ia pakai merasakan
Dinginnya
kita kepadanya
Seperti
dinginnya badai es
Yang
menusuk-nusuk kulit
Bagai
pedang seorang ksatria
Sampai
mencekam mati dinginnya
Kasihan
juga kulit budaya
Tak
tau apa-apa
Namun
ikut merasakan
Perihnya
kita kepadanya
Jika ada lidah untuk budaya
Mungkin
akan selalu mencercah
Kita
yang berpaling darinya
Dengan
kejamnya kata-kata
Yang
sering tergeelincir dari lidah
Bagai
lidah berapi naga
Yang
sangat sakit apinya
Namun
kita tak tahu
Mungkin
juga tak bisa merasakan
Batukan
hati kita
Ataukah
hati yang mati
Lidahnya
makin pegal
Untuk
selalu mengingatkan
Kita
yang tak menghiraukannya
No comments:
Post a Comment